Seni Mengolah Tempe

Tempe sudah dikenal luas oleh masyarakat di Jawa sejak awal abad ke-19. Serat Centhini, yang ditulis oleh juru tulis keraton Surakarta, R Ng Ronggo Sutrasno pada 1814 menjadi buktinya.

Penyebutan tempe yang tak lain adalah hidangan bernama jae santen tempe (tempe yang dimasak dengan santan) atau dicampur serundeng termaktub dalam bab tiga dan bab 12 dari manuskrip kuno Centhini.

Menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2016, disebutkan bahwa orang Indonesia mengonsumsi 0,141 kilogram tempe per kapita per minggu. Tempe bersama dengan jenis makanan lain, menurut survei Badan Pusat Statistik (BPS) masuk dalam kategori bahan makanan penting bagi masyarakat Indonesia.

Beberapa literatur kuno lain juga mengungkapkan bahwa tempe sebenarnya sudah berkembang pesat sebelum abad ke-16 di pedesaan Jawa yang memang banyak memproduksi kedelai.

Ada beragam kisah dibalik tempe yang beredar bebas dari mulut ke mulut atau pun bisa ditemukan di berbagai literasi kuno maupun modern, termasuk aneka mitos yang beredar seputar pembuatan tempe yang konon termasuk kategori “jorok” karena diinjak-injak oleh kaki-kaki telanjang. Benarkah?

Anissa Hanan dari Microo, salah satu penggiat tempe organik di Yogyakarta menjelaskan bahwa sebenarnya proses pembuatan tempe itu tidak sejorok yang dibayangkan banyak orang selama ini.

“Proses peluruhan kulit kedelai dalam jumlah banyak memang akhirnya membutuhkan kaki-kaki kita untuk mempercepat kulit kedelai lebih cepat lepas dari bijinya. Kalau memakai tangan mungkin akan lebih lelah karena jumlahnya ribuan biji, kecuali Anda membuatnya dalam skala kecil, misalnya setengah kilo kedelai,” kata Nissa yang mendampingi saya membuat tempe sendiri beberapa waktu lalu saat workshop dalam Made-In Experience Trip yang diselenggarakan oleh Pelangi Benua.

Nissa menambahkan, “Sebenarnya siapa pun bisa membuat tempe sendiri di rumah dengan langkah-langkah yang mudah diikuti.”

Bermacam jenis kacang kedelai yang saat ini beredar di pasaran dan dapat dijadikan bahan baku utama pembuatan tempe.Bermacam jenis kacang kedelai yang saat ini beredar di pasaran dan dapat dijadikan bahan baku utama pembuatan tempe.

Membuat tempe itu memang harus mengikuti mood dari pembuatnya, kalau misalnya kita sedang datang bulan, saya sarankan sih jangan membuat tempe, nanti akan berpengaruh pada hasil akhirnya. Karena tubuh yang kelewat “panas” malah membuat tempe tidak jadi,” tukas perempuan 21 tahun yang sudah tertarik dengan dunia makanan organik sejak kecil ini.

Sebagai makanan yang mengandalkan fermentasi biji kedelai, langkah membuat tempe memang mengandalkan proses peragian sebagai hal utama. “Setidaknya kita memerlukan waktu dua hingga tiga hari untuk melihat, apakah kacang kedelai yang ingin kita jadikan tempe sudah mengalami proses fermentasi yang benar,” ujar Nissa.

Perlu diketahui juga bahwa ragi yang digunakan untuk fermentasi tempe berbeda dengan ragi yang digunakan untuk mengembangkan roti maupun kue. “Biji kedelai yang berkualitas akan berpadu sempurna bila difermentasi dengan jenis kapang dari Rhizopus, sp. Di pasaran banyak kita temui “jamur” yang baik untuk membuat tempe,” tambah Nissa.

“Kapang atau jamur yang tumbuh pada kedelai lah yang menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks di kacang kedelai menjadi serat pangan yang mengandung kalsium, vitamin B juga zat besi. Termasuk antioksidan pencegah penyakit degeneratif,” ungkap Nissa lagi.

Secara umum, kacang kedelai yang telah melalui fermentasi untuk menjadi tempe akan menghasilkan warna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang bekerja merekatkan biji-biji kedelai. Ini seperti jahitan kain yang menyatu utuh dan padat.

Dari sini akan terlihat bagaimana tekstur kacang kedelai yang tadinya masih terbelah-belah menjadi tekstur yang memadat. Adanya degradasi pada komposisi kedelai kian membuat tempe semakin khas, apalagi ada rasa masam yang dikandungnya karena proses fermentasi itu.

Di dalam sebongkah tempe, Anda bisa mendapatkan manfaat dari zat antioksidan berbentuk isoflavon yang berfungsi sebagai penangkal radikal bebas, selain itu tempe juga memiliki kandungan vitamin C hingga vitamin E yang dibutuhkan oleh tubuh.

Sebagai bahan penganan penting bernutrisi, tidak ada salahnya melatih diri membuat tempe dengan tangan sendiri. Serangkaian langkahnya dibeberkan Anissa Hanan dan dapat Anda coba.

Tempe buatan Microo, salah satu penggiat tempe organik di Yogyakarta, Jawa Tengah, Indonesia.Tempe buatan Microo, salah satu penggiat tempe organik di Yogyakarta, Jawa Tengah, Indonesia.

Pertama, mulai dengan membersihkan kedelai, mengeluarkan batu-batu kecil, atau pun biji yang tidak diinginkan. Selanjutnya, masukkan kacang kedelai yang telah terpilih ke air tawar, dan rebus hingga kira-kira 30 menit untuk sekitar satu kilogram kedelai.

Kemudian kita perlu mengeluarkan kulit luar dari kedelai. Saat proses peluruhan usahakan untuk menggunakan aliran air agar proses pengeluaran kulit kacang kedelai lebih mudah. Meskipun beberapa kacang kedelai mungkin masih menyisakan beberapa kulit halus, itu masih tergolong wajar.

Selanjutnya rendam kacang selama 36 jam, ganti air satu kali setelah 18 jam. Langkah perendaman yang panjang ini akan membantu memulai tahap awal fermentasi, dan akan menciptakan lingkungan yang menguntungkan bagi substrat.

Selanjutnya kita mengukus kacang kedelai, kira-kira satu jam, lalu tiriskan, biarkan mengering sedikit, dan sesuaikan dengan suhu kamar.

Penyesuaian pada suhu kamar membuat tempe siap diinokulasi. Sebarkan secara acak tempe di atas nampan bambu untuk mempermudah proses inokulasi ini. Anda pun bisa menggunakan mangkuk di rumah sebagai pengganti nampan bambu.

Seperti halnya membuat yoghurt, perlu menambahkan “inokulum” khusus sebagai proses fermentasi yang diinginkan. Umumnya inokulum “La Prima” termasuk yang popular digunakan, bentuknya bubuk putih secara kasat mata.

Gunakan sekitar sepertiga sendok teh bubuk inokulum untuk sekitar satu kilogram kedelai siap saji. Taburkan inokulum secara merata di atas kacang kedelai yang ingin dijadikan tempe lalu aduk bubuk itu secara merata hingga semua kacang kedelai terbaluri.

Setelah itu masukkan ukuran tertentu dari kacang kedelai ke dalam kantong plastik yang telah merata, jangan lupa untuk membuatkan goresan lubang di atasnya agar mikroorganisme dapat bernapas dan tumbuh.

Seperti yang sudah Anda dengar, tempe tradisional dibuat dengan membungkus kacang kedelai di dalam daun pisang. Tapi saat ini banyak juga pembuat tempe yang menggunakan kantong plastik, ini selain murah juga memudahkan kita untuk melihat seberapa segar atau berhasil tempe yang kita buat dari tangan sendiri.

Setelah menyegel kantong plastik dengan rapat, kacang-kacang kedelai yang telah melalui proses siap untuk diinokulasi, simpan tas kecil di bawah kain hangat atau beberapa surat kabar untuk menahan panasnya proses fermentasi.

Bergantung pada keadaan cuaca, biasanya miselium atau bercak-bercak putih semacam serat yang menempel setiap kepingan kacang kedelai akan mulai membentuk jaringan yang rumit. Tunggu hingga berubah menjadi blok putih padat. Biasanya proses ini akan berlangsung dalam 36 sampai 48 jam.

Sebagai makanan khas Indonesia yang telah dikenal sejak berabad-abad lampau, sudah saatnya tempe menjadi bagian dari identitas kebangsaan. Tidak heran bila banyak operator pariwisata yang menawarkan proses pembuatan makanan kaya vitamin ini untuk para pelancong.

Vinny Mulyadi dari Pelangi Benua mengungkapkan bahwa belakangan ini ada begitu banyak operator pariwisata yang menawarkan workshop pembuatan tempe tapi cukup jarang yang menawarkan pengalaman mendalam dan berbeda.

“Kami membungkus konsep workshop yang intim dalam sebuah perjalanan wisata dan membuat siapa pun yang mengikuti workshop ini akan memiliki rasa mencintai produk yang dibuatnya seperti merawat “bayi” sendiri,” tukas Vinny yang akrab dipanggil Bebi.

Perjalanan wisata ini bertajuk Made-In Experience Trip dan workshop tempe menjadi salah satu aktivitasnya. Peserta tak hanya sekadar dilatih membuat tempe, tapi juga menjadi tahu apa dan bagaimana filosofi tempe itu sendiri. Ini sesuai dengan makna dari Made-In Experience Trip, yang merupakan bagian dari Creative & Culinary Journey. (Wal)*

*artikel ini pernah dimuat di Beritagar.id pada 2 Juni 2017.

 

 

 

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Please log in using one of these methods to post your comment:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s